Pages

Rabu, 03 April 2013

Asal Usul Kota Singkawang


Asal Usul Singkawang

Awalnya Singkawang merupakan sebuah desa bagian dari wilayah kesultanan Sambas, Desa Singkawang sebagai tempat singgah para pedagang dan penambang emas dari Monterado. Para penambang dan pedagang yang kebanyakan berasal dari negeri China, sebelum mereka menuju Monterado terlebih dahulu beristirahat di Singkawang, sedangkan para penambang emas di Monterado yang sudah lama sering beristirahat di Singkawang untuk melepas kepenatannya dan Singkawang juga sebagai tempat transit pengangkutan hasil tambang emas (serbuk emas). Waktu itu, mereka (orang Tionghoa) menyebut Singkawang dengan kata San Keuw Jong (Bahasa Hakka), mereka berasumsi dari sisi geografis bahwa Singkawang yang berbatasan langsung dengan laut Natuna serta terdapat pengunungan dan sungai, dimana airnya mengalir dari pegunungan melalui sungai sampai ke muara laut. Melihat perkembangan Singkawang yang dinilai oleh mereka yang cukup menjanjikan, sehingga antara penambang tersebut beralih profesi ada yang menjadi petani dan pedagang di Singkawang yang pada akhirnya para penambang tersebut tinggal dan menetap di Singkawang.

Pembentukan Kota Administratif Singkawang

Kota Singkawang semula merupakan bagian dan ibukota dari wilayah Kabupaten Sambas (UU Nomor 27 Tahun 1959) dengan status Kecamatan Singkawang dan pada tahun 1981 kota ini menjadi Kota Administratif Singkawang (PP Nomor 49 Tahun 1981). Tujuan pembentukan Kota Administratif Singkawang adalah untuk meningkatkan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan secara berhasil guna dan berdaya guna dan merupakan sarana utama bagi pembinaan wilayah serta merupakan unsur pendorong yang kuat bagi usaha peningkatan laju pembangunan. Selain pusat pemerintahan Kota Administratif Singkawang ibukota Sambas juga berkedudukan di Kota Singkawang.

Pembentukan Pemerintah Kota Singkawang

Singkawang, 2007
Kota Singkawang pernah diusulkan menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Singkawang yaitu melalui usul pemekaran Kabupaten Sambas menjadi 3 (tiga) daerah otonom. Namun Kotamadya Daerah Tingkat II Singkawang belum direalisir oleh Pemerintah Pusat, waktu itu hanya Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkayang yang disetujui, sehingga wilayah Kota Administratif Singkawang menjadi bagian dari Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkayang (UU Nomor 10 Tahun 1999), sekaligus menetapkan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Sambas beribukota di Sambas.
Kondisi tersebut tidaklah membuat surut masyarakat Singkawang untuk memperjuangkan Singkawang menjadi daerah otonom, aspirasi masyarakat terus berlanjut dengan dukungan Pemerintah Kabupaten Sambas dan semua elemen masyarakat seperti: KPS, GPPKS, Kekertis, Gemmas, Tim Sukses, LKMD, para RT serta organisasi lainnya. Melewati jalan panjang melalui penelitian dan pengkajian terus dilakukan oleh Gubernur Kalimantan Barat maupun Tim Pemekaran Kabupaten Sambas yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bersama antara Bupati Sambas dan Bupati Bengkayang No. 257 Tahun 1999 dan No. 1a Tahun 1999, tanggal 28 September 1999, serta pengkajian dari Tim CRAIS, Badan Petimbangan Otonomi Daerah. Akhirnya Singkawang terwujud menjadi Daerah Otonom berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Singkawang, diresmikan pada tanggal 17 Oktober 2001 di Jakarta oleh Menteri Dalam Negeri dan otonomi Daerah atas nama Presiden Republik Indonesia.


Sabtu, 29 Januari 2011

Asal Usul Kota Pontianak

kota Pontianak adalah ibu kota Provinsi Kalimantan Barat di Indonesia. Kota ini juga dikenal dengan nama Khun tien (�£™²) oleh etnis Tionghoa di Pontianak.


Kota ini terkenal sebagai Kota Khatulistiwa karena dilalui garis lintang nol derajat bumi. Di utara kota ini, tepatnya Siantan, terdapat monumen atau Tugu Khatulistiwa yang dibangun pada tempat yang tepat dilalui garis lintang nol derajat bumi. Selain itu Kota Pontianak juga dilalui Sungai Kapuas yang adalah sungai terpanjang di Indonesia. Sungai Kapuas membelah kota Pontianak , simbolnya diabadikan sebagai lambang Kota Pontianak.
Asal nama Pontianak dipercayai bermakna Kuntilanak atau hantu perempuan. Konon, ketika Syarif Abdurrahman Alkadrie tiba di daratan Pontianak , ia bertemu dengan hantu kuntilanak dan berhasil mengusirnya.

Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie adalah Pendiri dan Sultan pertama Kerajaan Pontianak. Beliau dilahirkan pada tahun 1142 Hijriah / 1729/1730 M, putra Al Habib Husin, seorang penyebar ajaran Islam yang berasal Arab.

Tiga bulan setelah ayahnya wafat pada tahun 1184 Hijriah di Kerajaan Mempawah, Syarif Abdurrahman bersama dengan saudara-saudaranya bermufakat untuk mencari tempat kediaman baru. Mereka berangkat dengan 14 perahu Kakap menyusuri Sungai Peniti. Waktu dzuhur mereka sampai di sebuah tanjung, Syarif Abdurrahman bersama pengikutnya menetap di sana . Tempat itu sekarang dikenal dengan nama Kelapa Tinggi Segedong.

Namun Syarif Abdurrahman mendapat firasat bahwa tempat itu tidak baik untuk tempat tinggal dan ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mudik ke hulu sungai. Tempat Syarif Abdurrahman dan rombongan sembahyang dhohor itu kini dikenal sebagai Tanjung Dhohor.

Ketika menyusuri Sungai Kapuas, mereka menemukan sebuah pulau, yang kini dikenal dengan nama Batu Layang, dimana sekarang di tempat itulah Syarif Abdurrahman beserta keturunannya dimakamkan. Di pulau itu mereka mulai mendapat gangguan hantu Pontianak . Syarif Abdurrahman lalu memerintahkan kepada seluruh pengikutnya agar memerangi hantu-hantu itu. Setelah itu, rombongan kembali melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Kapuas.

Menjelang subuh 14 Rajab 1184 Hijriah atau 23 Oktober 1771, mereka sampai pada persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Setelah delapan hari menebas pohon di daratan itu, maka Syarif Abdurrahman lalu membangun sebuah rumah dan balai, dan kemudian tempat tersebut diberi nama Pontianak. Di tempat itu kini berdiri Mesjid Jami dan Keraton Kadariah.

Akhirnya pada tanggal 8 bulan Sya’ban 1192 Hijriah,bertepatan dengan hari isnen dengan dihadiri oleh Raja Muda Riau, Raja Mempawah, Landak, Kubu dan Matan, Syarif Abdurrahman dinobatkan sebagai Sultan Pontianak dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie.

Dibawah kepemimpinannya kerajaan Pontianak berkembang sebagai kota pelabuhan dan perdagangan yang cukup disegani.

Kota Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie pada hari Rabu, 23 Oktober 1771 (14 Radjab 1185 H), yang ditandai dengan membuka hutan di persimpangan tiga Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas untuk mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal. Pada 1192 H, Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan pada Kesultanan Pontianak. Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinya Mesjid Jami’ Sultan Abdurrahman Alkadrie dan Keraton Kadariah, yang sekarang terletak di Kelurahan Dalam Bugis Kecamatan Pontianak Timur

Sejarah pendirian kota Pontianak yang dituliskan oleh seorang sejarawan Belanda, VJ. Verth, dalam bukunya Borneos Wester Afdeling, yang isinya sedikit berbeda dari versi cerita yang beredar di kalangan masyarakat saat ini.

Menurutnya, Belanda mulai masuk ke Pontianak tahun 1194 Hijriah (1773 Masehi), dari Betawi. Verth menulis bahwa Syarif Abdurrahman, putra ulama Syarif Hussein bin Ahmed Alqadrie (atau dalam versi lain disebut sebagai Al Habib Husin), setelah meninggalkan kerajaan Mempawah mulai merantau. Di Banjarmasin , ia menikah dengan adik sultan bernama Ratu Sarib Anom. Ia berhasil dalam perniagaan dan mengumpulkan cukup modal untuk mempersenjatai kapal pencalang dan perahu lancangnya. Kemudian ia mulai melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.

Dengan bantuan Sultan Passir, Syarif Abdurrahman kemudian berhasil membajak kapal Belanda di dekat Bangka, juga kapal Inggris dan Perancis di Pelabuhan Passir. Abdurrahman menjadi seorang kaya dan kemudian mencoba mendirikan pemukiman di sebuah pulau di sungai Kapuas. Ia menemukan percabangan sungai Landak dan kemudian mengembangkan daerah itu menjadi pusat perdagangan yang makmur, dan Pontianak berdiri.





sumber : http://id.wikipedia.org

Jumat, 28 Januari 2011

Asal usul Komputer

Dengan terjadinya Perang Dunia Kedua, negara-negara yang terlibat dalam perang tersebut berusaha mengembangkan komputer untuk mengeksploit potensi strategis yang dimiliki komputer. Hal ini meningkatkan pendanaan pengembangan komputer serta mempercepat kemajuan teknik komputer. Pada tahun 1941, Konrad Zuse, seorang insinyur Jerman membangun sebuah komputer, Z3, untuk mendesain pesawat terbang dan peluru kendali.

Pihak sekutu juga membuat kemajuan lain dalam pengembangan kekuatan komputer. Tahun 1943, pihak Inggris menyelesaikan komputer pemecah kode rahasia yang dinamakan Colossus untuk memecahkan kode-rahasia yang digunakan Jerman. Dampak pembuatan Colossus tidak terlalu mempengaruhi perkembangan industri komputer dikarenakan dua alasan. Pertama, colossus bukan merupakan komputer serbaguna (general-purpose computer), ia hanya didesain untuk memecahkan kode rahasia. Kedua, keberadaan mesin ini dijaga kerahasiaannya hingga satu dekade setelah perang berakhir.

Usaha yang dilakukan oleh pihak Amerika pada saat itu menghasilkan suatu kemajuan lain. Howard H. Aiken (1900-1973), seorang insinyur Harvard yang bekerja dengan IBM, berhasil memproduksi kalkulator elektronik untuk US Navy. Kalkulator tersebut berukuran panjang setengah lapangan bola kaki dan memiliki rentang kabel sepanjang 500 mil. The Harvd-IBM Automatic Sequence Controlled Calculator, atau Mark I, merupakan komputer relai elektronik.

Ia menggunakan sinyal elektromagnetik untuk menggerakkan komponen mekanik. Mesin tersebut beropreasi dengan lambat (ia membutuhkan 3-5 detik untuk setiap perhitungan) dan tidak fleksibel (urutan kalkulasi tidak dapat diubah). Kalkulator tersebut dapat melakukan perhitungan aritmatik dasar dan persamaan yang lebih kompleks.

Perkembangan komputer lain pada masa kini adalah Electronic Numerical Integrator and Computer (ENIAC), yang dibuat oleh kerjasama antara pemerintah Amerika Serikat dan University of Pennsylvania . Terdiri dari 18.000 tabung vakum, 70.000 resistor, dan 5 juta titik solder, komputer tersebut merupakan mesin yang sangat besar yang mengkonsumsi daya sebesar 160kW.

Komputer ini dirancang oleh John Presper Eckert (1919-1995) dn John W. Mauchly (1907-1980), ENIAC merupakan komputer serbaguna (general purpose computer) yang bekerja 1000 kali lebih cepat dibandingkan Mark I.

Pada pertengahan 1940-an, John von Neumann (1903-1957) bergabung dengan tim University of Pennsylvania dalam usha membangun konsep desin komputer yang hingga 40 tahun mendatang masih dipakai dalam teknik komputer. Von Neumann mendesain Electronic Discrete Variable Automatic Computer(EDVAC) pada tahun 1945 dengan sebuh memori untuk menampung baik program ataupun data. Teknik ini memungkinkan komputer untuk berhenti pada suatu saat dan kemudian melanjutkan pekerjaannya kembali. Kunci utama arsitektur von Neumann adalah unit pemrosesan sentral (CPU), yang memungkinkan seluruh fungsi komputer untuk dikoordinasikan melalui satu sumber tunggal. Tahun 1951, UNIVAC I (Universal Automatic Computer I) yang dibuat oleh Remington Rand, menjadi komputer komersial pertama yang memanfaatkan model arsitektur von Neumann tersebut.

Baik Badan Sensus Amerika Serikat dan General Electric memiliki UNIVAC. Salah satu hasil mengesankan yang dicapai oleh UNIVAC dalah keberhasilannya dalam memprediksi kemenangan Dwilight D. Eisenhower dalam pemilihan presiden tahun 1952.

Komputer Generasi pertama dikarakteristik dengan fakta bahwa instruksi operasi dibuat secara spesifik untuk suatu tugas tertentu. Setiap komputer memiliki program kode-biner yang berbeda yang disebut “bahasa mesin” (machine language). Hal ini menyebabkan komputer sulit untuk diprogram dan membatasi kecepatannya. Ciri lain komputer generasi pertama adalah penggunaan tube vakum (yang membuat komputer pada masa tersebut berukuran sangat besar) dn silinder magnetik untuk penyimpanan data.

Generasi Kedua
Pada tahun 1948, penemuan transistor sangat mempengaruhi perkembangan komputer. Transistor menggantikan tube vakum di televisi, radio, dan komputer. Akibatnya, ukuran mesin-mesin elektrik berkurang drastis.

Transistor mulai digunakan di dalam komputer mulai pada tahun 1956. Penemuan lain yang berupa pengembangan memori inti-magnetik membantu pengembangan komputer generasi kedua yang lebih kecil, lebih cepat, lebih dapat diandalkan, dan lebih hemat energi dibanding para pendahulunya. Mesin pertama yang memanfaatkan teknologi baru ini adalah superkomputer.

Pada awal 1960-an, mulai bermunculan komputer generasi kedua yang sukses di bidang bisnis, di universitas, dan di pemerintahan. Komputer-komputer generasi kedua ini merupakan komputer yang sepenuhnya menggunakan transistor. Mereka juga memiliki komponen-komponen yang dapat diasosiasikan dengan komputer pada saat ini: printer, penyimpanan dalam disket, memory, sistem operasi, dan program.

Salah satu contoh penting komputer pada masa ini adalah IBM 1401 yang diterima secara luas di kalangan industri. Pada tahun 1965, hampir seluruh bisnis-bisnis besar menggunakan komputer generasi kedua untuk memproses informasi keuangan.

Program yang tersimpan di dalam komputer dan bahasa pemrograman yang ada di dalamnya memberikan fleksibilitas kepada komputer. Fleksibilitas ini meningkatkan kinerja dengan harga yang pantas bagi penggunaan bisnis. Dengan konsep ini, komputer dapat mencetak faktur pembelian konsumen dan kemudian menjalankan desain produk atau menghitung daftar gaji.

Generasi Ketiga
Walaupun transistor dalam banyak hal mengungguli tube vakum, namun transistor menghasilkan panas yang cukup besar, yang dapat berpotensi merusak bagian-bagian internal komputer. Batu kuarsa (quartz rock) menghilangkan masalah ini. Jack Kilby, seorang insinyur di Texas Instrument, mengembangkan sirkuit terintegrasi (IC : integrated circuit) di tahun 1958. IC mengkombinasikan tiga komponen elektronik dalam sebuah piringan silikon kecil yang terbuat dari pasir kuarsa.

Generasi Keempat
Setelah IC, tujuan pengembangan menjadi lebih jelas: mengecilkan ukuran sirkuit dan komponenkomponen elektrik. Large Scale Integration (LSI) dapat memuat ratusan komponen dalam sebuah chip. Pada tahun 1980-an, Very Large Scale Integration (VLSI) memuat ribuan komponen dalam sebuah chip tunggal.

Lebih lanjut tentang: Asal usul komputer

Sabtu, 22 Januari 2011

Asal Usul Dayak, Kalimantan dan Borneo.

Adakah yang tau asal usul dan sejarah kenapa nama suku kita dayak ? Atau kenapa nama pulau kita Kalimantan atau yang oleh Belanda disebut Borneo ? Terus terang aku kurang tau sejarahnya dan arti nya :D mungkin ada yang tau bisa kasih informasi ke sini untuk kita sama-sama blajar :) Thx.. link : Kata Dayak berasal dari kata Daya” yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat khususnya Dalam hal Borneo / Kalimantan, masalahnya sesungguhnya sangat sederhana: nama aslinya Kalimantan, sedangkan nama Borneo itu berasal dari salah kaprah musafir Eropa yang menyangka Kesultanan Berunai dalam abad ke-16 menguasai seluruh pulau itu sehingga nama kesultanan yang dialihkan jadi Borneo lafalnya itu dianggap nama seluruh pulau. Tetapi kemudian ada sedikit komplikasi akibat peristiwa konfrontasi Indonesia/Inggeris-Malaysia permulaan tahun 1960-an kemarin, akhirnya timbul anggapan, bahwa nama pulaunya Borneo, sedangkan nama bagian Indonesianya Kalimantan. Letak persoalan sesungguhnya sudah pernah dikabarkan oleh J. Hunt dalam satu laporan berjudul Sketch of Borneo, or Pulo Kalamantan yang diserahkan pada tahun 1812 kepada Thomas Stamford Raffles, dan pernah dipublikasi dalam lampiran II terbitan: Henry Keppel, 1846, The Expedition to Borneo of H.M.S. Dido for the Suppression of Piracy, vol. 2. London: Chapman & Hall (lih. sana hlm. xvii). yang bisa saya kutip sbb.: The natives and the Malays, formerly, and even at this day, call this large island by the exclusive name of Kalamantan, from a sour and indigenous fruit so called. Borneo was the name only of a city, the capital of one of the three distinct kingdoms on the island. When Magalhaens visited it in the year 1520, he saw a rich and populous city, a luxuriant and fertile country, a powerful prince, and a magnificent court: hence the Spaniards hastily concluded that the whole island, not only belonged to this prince, but that it was likewise named Borneo. Keterangan ini mengandung beberapa kekeliruan, yaitu (a) yang berbuah kecut itu bukan pohon setempat yang bernama kalamantan, melainkan yang bernama berunai; (b) waktu ekspedisi pelayaran kitar bumi yang dipimpin oleh Magellan mencapai Berunai, beliau sendiri sudah mati, karena tewas dalam pertempuran dengan orang Sugbu (Cebuano) di Filipina, sedangkan yang melaporkan kedatangan di Berunai itu Anthonio Pigafetta yang menulis buku harian (di mana nama kesultanan ditulis Burné). Tetapi keterangan utama mengenai penamaan pulau itu tepat. Kalau saya tidak salah ingat, keterangan tentang nama Kalimantan sebagai nama asli seluruh pulau terdapat juga dalam buku harian Raja Brookes, tapi belum sempat saya mencarinya. Dalam beberapa peta Atlas karangan ahli Belanda untuk sekolah berbahasa Melayu dalam abad ke-19, pulau yang bersangkutan juga dinamakan Kalimantan. Dan, kalau saya juga tidak salah ingat, ada publikasi Gabriel Ferrand dalam bahasa Perancis pada awal abad ke-20 ini yang juga menyebut Kalimantan sebagai nama asli seluruh pulau. Nama Kalimantan itu rupanya sudah terdapat dalam sastra lama Melayu, yaitu misalnya, kalau tidak salah ingat, dalam Hikayat Hang Tuah. Bagaimana terjadinya Borneo? Dalam sejumlah bahasa Austronesia dalam kawasan yang mencakup Filipina, Sulawesi, Kalimantan, Jawa, dan Sumatra, terdapat nama pohon yang berasal dari entuk induk *BuRnei, misalnya Cebuano bugnáy "jenis pohon, Antidesma bunius" Makassar bunne "jenis pohon, Antidesma sp." Sasak burne "jenis pohon, Antidesma bunius" Jawa wuni "jenis pohon, Antidesma bunius" Melayu buni "jenis pohon, Antidesma bunius" Sesungguhnya, dalam bhs. Melayu seharusnya *burni, tapi pertemuan konsonan di tengah kata seperti rn ini kerap kali menyederhana menjadi n. Selain itu, dalam salah satu bahasa atau logat rupanya ada bentuk burnai yang kemudian dipinjam ke dalam bahasa Melayu, tetapi kumpulan konsonan di tengah itu tidak hilang, melainkan mengalami metatesis yang kemudian disertai epentesis, sehingga dari *burnai liwat *brunai terjadi berunai "jenis pohon, Antidesma meurocarpum". Dari nama pohon inilah kiranya terjadi nama Kesultanan Berunai itu (sekarang lebih lazim diejakan Brunei). Adapun, mengingat nama yang kita kenal ini pernah mengalami metatesis, bisa dibayangkan bahwa nama itu pernah ada juga yang menyebutnya burnai. Khususnya, dalam satu sumber bahasa Arab nama itu kabarnya tercantum sebagai bornay. Adapun mengingat bahwa tulisan Arab jarang menyertakan tanda-tanda noktah (yang menunjuk bunyi vokal) maka mungkin juga pernah terjadi pertukaran tempat vokal itu antara brunay, burunay, burnay, dsb. (lihat Gabriel Ferrand, 1913, Relations de voyages et textes géographiques arabes, persans et turks relatifs a l'Extrême-Orient du VIIIe au XVIIIe siècles, tome I. Paris: Leroux ). Mengingat bahasa Melayu pun waktu itu memakai surat Jawi (yang berdasarkan abjad Arab) maka tidaklah mustahil kalau musafir Eropa dulu, kalau mendapatkan keterangannya dari sumber tertulis, mudah mempertukarkan tempat bunyi vokal. (perlu diingat bahwa pada akhir Abad Pertengahan dan permulaan Renaissance, kepandaian membaca huruf Arab di kalangan terpelajar di Eropa cukup tersebar luas). Salah satu sumber Eropa yang paling tua adalah memuar berbahasa Italia seorang musafir bernama Ludovico di Varthema, yang pernah mengunjungi Indonesia pada tahun 1505: <> artinya: "Setelah kami tiba di pulau Bornei, yang jaraknya dari Monoch itu sekitar 200 mil, ..." Ini kiranya mil laut yang panjangnya pada jaman itu saya kurang tahu, dan bukan mil darat yang kita kenal yang 1.6 km. Yang dimaksud dengan Monoch itu ialah yang dalam Nagarakrtagama karangan Prapanca dinamakan Maloko, dalam sumber-sumber Arab seperti misalnya Ibn Batuta dinamakan Muluk, dan dalam sumber Portugis seperti Duarte Barbosa dan Gaspar Correa, dan begitu pun dalam buku harian Anthonio Pigafetta yang berbahasa Perancis lama, dinamakan Maluco, yaitu kelima pulau cengkeh: Bacan, Makian, Mutir, Ternate dan Tidore. Nama ini, yang dalam bahasa Belanda menjadi Molukken, dalam masa administrasi kolonial Belanda diperlebar artinya sampai mencakup semua pulau-pulau antara Sulawesi dan Irian, dan pengertian inilah yang tercermin dalam pemakaian nama Maluku dalam bahasa Indonesia sekarang Sumber-sumber Eropa lebih lanjut dalam abad ke-16 menunjukkan ejaan sebagai berikut: Burné (Pigafetta) Bornei (Barbosa) Borneo (Correa). Dari ini gamblanglah riwayatnya perkembangan dari nama Berunai menjadi Borneo itu.

Asal Mula Nama Indonesia

Yang dimaksud dengan Indonesia ialah Indonesia dalam pengertian geografis dan bangsa. Menurut pengertian geogiafis, Indonesia berarti bagian bumi yang membentang dari 95°-141° Bujur Timur, dan 6° Lintang Utara sampai 11 Lintang Selatan. Sedangkan Indonesia dalam arti bangsa yang secara politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam wilayah tersebut.

Istilah Indonesia untuk pertama kalinya ditemukan oleh seorang ahli etnologi Inggris bernama James Richardson Logan pada tahun 1850 dalam ilmu bumi. Istilah Indonesia digunakan juga oleh G.W. Earl dalam bidang etnologi. G.W. Earl menyebut Indonesians dan Melayunesians bagi penduduk Kepulauan Melayu.

Pada tahun 1862 istilah Indonesia digunakan oleh orang Inggris bemama Maxwell dalam karangannya berjudul The Island of Indonesia (Kepulauan Indonesia) dalam hubungannya dengan ilmu bumi. Istilah Indonesia semakin populer ketika seorang ahli etnologi Jerman bernama Adolf Bastian menggunakan istilah Indonesia pada tahun 1884 dalam hubungannya dengan etnologi.

Kata Indonesia berasal dari kata Latin indus yang berarti Hindia dan kata Yunani nesos yang berarti pulau, nesioi (jamak) berarti pulau-pulau. Dengan demilcian, kata Indonesia berarti pulau-pulau Hindia.

Indonesia dikenal pula dengan sebutan Nusantara. Kata Nusantara berasal dari bahasa Jawa Kuno, yaitu nusa yang berarti pulau dan antara yang berarti hubungan. Jadi, Nusantara berarti rangkaian pulau-pulau.

Bangsa Indonesia pertama kali menggunakan nama Indonesia secara politik. Istilah Indonesia untuk pertama kalinya digunakan oleh Perhimpunan Indonesia, yaitu organisasi yang didirikan oleh pelajar-pelajar Indonesia di Negeri Belanda pada tahun 1908. Organisasi tersebut pertama kali bemama Indische Vereeniging. Kemudian nama itu diganti menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun 1922. Selanjutnya pada tahun 1922 juga namanya diganti Perhimpunan Indonesia.

Pada tahun 1928 Kongres Pemuda II di Jakarta menggunakan istilah Indonesia dalam hubungan dengan persatuan bangsa. Kongres Pemuda tersebut pada tanggal 28 Oktober 1928 menghasilkan Sumpah Pemuda yang di dalamnya tercantum nama Indonesia. Istilah Indonesia secara resmi digunakan sebagai nama negara kita pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

syadiblack-Nidya Pustaka-Apollo

Rabu, 19 Januari 2011

Lirik Lagu Andai Aku Jadi Gayus

ona B.E. - Andai Aku Jadi Gayus Lyrics

Sebelas maret diriku masuk penjara
Awalku menjalani proses masa tahanan
Hidup dipenjara sangat berat kurasakan
Badanku kurus karena beban pikiran

Kita orang yang lemah tak punya daya apa apa
Tak bisa berbuat banyak seperti para koruptor

Reff:

Andai ku gayus tambunan yang bisa pergi ke bali
Semua keinginannya pasti bisa terpenuhi
Lucunya dinegeri ini hukuman bisa dibeli
Kita orang yang lemah pasrah akan keadaan

Tujuh oktober ku bebas dari penjara
Menghirup udara segar lepaskan penderitaan
Wahai saudara dan para sahabatku
Lakukan yang terbaik jangan engkau salah arah

Back to Reff

Biarlah semua menjadi kenangan
kenangan yang pahit dalam hidup ini

Back to Reff

Sabtu, 15 Januari 2011

Rindu Anak

Tak semua pohon mampu berbuah. Ada yang hanya menawarkan keindahan melalui bunga. Ada yang cuma menghadiahi keteduhan dan kesegaran. Ada juga yang hanya memberikan khasiat mujarab dari akar, batang, atau daunnya. Masalahnya, tak semua manusia seperti mereka.

Di antara buah dari pohon perkawinan adalah anak. Anaklah yang menghias perkawinan menjadi teramat indah. Di situlah ada harapan, tantangan, ujian, bahkan hiburan. Indahnya menatap senyum anak. Dan sedemikian prihatinnya mendapati tangis anak. Senyum dan tangisnya kian membuat ikatan pernikahan menjadi lebih kuat.

“Ah, bahagianya kalau punya anak,” ucap Pak Karno membatin. Bapak usia tiga puluhan ini lagi-lagi menakar harap. Kadang ia sedih karena putus asa. Kadang bangkit ketika mendengar nasihat teman-temannya.

Mungkin, bisa dibilang wajar ia sedih. Entah sudah berapa cara telah ditempuh. Mulai cara medis, terapi alternatif, hingga ramuan tradisional telah dicoba. Tapi, hasilnya belum menggembirakan. Sebelas tahun sudah ia berumah tangga. Selama itu, kesibukan rumah tangganya tak bergeser dari pengobatan buat dapat anak.

Kalau saja anak kandung bisa dibeli, berapa pun akan dibayar Pak Karno. Itulah yang bikin Pak Karno tak peduli soal biaya pengobatan. Entah berapa puluh juta sudah keluar, tapi hasilnya masih nihil. Hari-hari yang paling menggembirakan Pak Karno cuma satu: ketika isterinya telat datang bulan. Sayangnya, bulan tinggal telat, tapi cikal bakal anak tak juga terlihat.

Kalau melihat kesibukan tetangganya di pagi hari, Pak Karno seperti berada di dunia lain. Terlihat dari balik jendela bagaimana tetangganya sibuk mengantar anak-anak ke sekolah. Sementara sang ibu dengan penuh kasih sayang menimang sang bayi. Senyum selamat jalan merekah dari sang isteri ke suami. “Ah, betapa bahagianya mereka,” tak sadar suara lirih mengalir ringan dari bibir Pak Karno.

Entah siapa yang paling mesti dikasihani. Ia atau isterinya. Pak Karno pernah merasa kalau dirinyalah yang paling tersiksa. Ia tak punya keturunan. Ia akan sendiri ketika tua. Dan tak ada satu generasi pun yang akan melanjutkan cita-citanya. Tak ada satu anak pun yang akan dinasabkan atas namanya. Nama Pak Karno akan tenggelam setelah usianya berakhir.

Itulah yang bikin Pak Karno merasa lebih menderita dibanding isterinya. Tapi, perkiraan itu bisa berubah ketika mencermati perasaan isterinya. Mungkin, ia bisa lepas dari kungkungan itu ketika bertemu teman-teman kantor. Bayang-bayang buruk Pak Karno akan menepi sebentar saat kesibukan kantor memburunya. Tapi, gimana dengan isterinya. Pengalihan-pengalihan itu tak dimiliki sang isteri.

Isteri Pak Karno bukan jenis pegawai kantoran. Bukan juga tipe wanita yang begitu terobsesi dengan karir. Ia wanita biasa yang punya cita-cita luar biasa: ingin sukses seratus persen mengelola rumah tangga. Jadi, nggak ada teman lain kecuali Pak Karno. Tak ada tempat mencurahkan rasa kecuali suaminya. Dan, hal itulah yang akhirnya membuat Pak Karno tersadar tentang isterinya. Ia tak lagi heran ketika isterinya mulai aktif di masyarakat.

Dan satu hal yang bikin Pak Karno lebih prihatin pada isterinya: dokter pernah bilang kalau ketidaksuburan ada di isteri. Saat itulah Pak Karno mesti rela menyaksikan isterinya menangis. Kadang Pak Karno harus menerima ketidakstabilan emosi isterinya. Isterinya menjadi lebih perasa. Mudah marah. Dan tak jarang memperlihatkan diri seperti orang yang tak memiliki gairah hidup. Lesu.

Hingga suatu hari, isteri Pak Karno berujar pelan. “Mas mau kawin lagi?” tanya sang isteri tanpa menatap wajah suaminya. Pandangannya tertunduk ke bawah. Ia seperti pasrah. Menerima kenyataan kalau dirinyalah sumber masalah.

Pak Karno tak menjawab. Ia bingung mesti bilang apa. Ia seperti dihadapkan dua masalah sekaligus. Masalah bagaimana mendapatkan anak. Dan, masalah keharmonisan hubungannya dengan isteri. Ia tidak ingin sepinya celoteh dan tangis anak menjadi lebih sepi lagi dengan dinginnya sang isteri terhadap dirinya.

Pak Karno yakin kalau pertanyaan isterinya punya makna lain. Dan makna itulah yang memperlihatkan betapa jika Pak Karno salah langkah, akan kehilangan sesuatu yang selama ini bersamanya: kebersamaan isteri yang begitu setia. Sebuah kebersamaan yang utuh. Bukan cuma fisik, tapi juga rasa dan emosi.

Ia tersadar dengan suatu hal. Sebelas tahun bukan waktu yang sebentar buat terjalinnya dua emosi yang berbeda. Selama itu, tak satu pun sepak terjang isterinya yang tak mengenakkan. Dan selama itu pula, tak pernah terbersit dalam pikiran Pak Karno untuk menyakiti isterinya. Walau cuma dengan wajah cemberut.

Pak Karno terkenang dengan sejarah Islam yang pernah ia baca. Mungkin, seperti itulah perasaan Aisyah terhadap Rasulullah ketika beliau saw. begitu menjaga perasaan isterinya. Apa yang kurang dari Aisyah: cantik, cerdas, salehah, dan begitu taat dengan suami. Hanya satu yang tak mampu diberikan Aisyah buat suami tercintanya: anak. Walaupun perkawinan hampir berjalan sepuluh tahun. Dan walaupun, keduanya adalah hamba-hamba Allah yang teramat saleh. Siapa yang lebih saleh melebihi Rasulullah saw. Tapi, beliau saw. pun harus menerima kenyataan bahwa Aisyah tak bisa memberinya anak.

Sebuah pelajaran menarik untuk ia renungkan. Di satu sisi, ia memang butuh kehadiran anak. Tapi di sisi lain, penghargaan buat orang yang selama ini begitu baik pun harus tetap terawat. Teramat zhalim kalau ia mampu meraih sesuatu dengan mengorbankan rasa orang lain. Terlebih orang lain itu adalah wanita yang telah membuktikan cinta dan kesetiaannya.

Mungkin, masih ada cara lain buat dapat anak. Dan cara itu mesti terlahir dari ungkapan ridha Pak Karno dan isterinya. Pak Karno memang tak mau berputus asa. Tapi, ia pun tak mau memutus asa isterinya. Biarlah sesuatu yang akan ia dapatkan akan terus ia usahakan. Tanpa harus melepas sesuatu yang telah ia pegang. Bersama kesukaran pasti ada kemudahan. “Insya Allah!” tekad Pak Karno bulat.

Memang, tak semua pohon bisa berbuah. Tapi, akan ada buah-buah dalam bentuk lain yang diperlihatkan sang pohon. Hingga, tak sedikit pun keindahan dan keserasian alam terusik dengan ketidakmampuan itu.